Sekolah itu terletak di tengah perkebunan desa Cipeuteuy, Sukabumi. Bukan sekolah sebetulnya, tapi Posyandu yang dimanfaatkan sebagai sekolah pada hari Sabtu. Para gurunya adalah kader dari Posyandu. Tiga bulan lalu, sebelum sekolah dibuka, mereka mendapat pelatihan BKB Kemas – Bina Perkembangan Balita, Kesiapan Masuk Sekolah- di Sukabumi.
Semangat para kader perlu diacungi jempol. Mereka menghadapi 60-an murid usia 3-5 tahun, dengan penghargaan Rp100.000/tahun dari pemerintah, dan … pelecehan dari masyarakat sekitar karena mereka hanya pernah di Sekolah Dasar.
Para kader itu begitu haus bimbingan pengajaran TK dan ingin sekolah mereka menjadi lebih baik. Karena itu mereka datang ke “Ibu Dokter”, maksudnya Ibu Yetti, istri Dokter Achmad Mulawarman Jayusman Sp P (K), yang memberikan pengobatan gratis di sana (cerita tentang kegiatan pengobatan ini silakan baca di http://www.kelasmenulis.com/Endah/2007/03/dokter_spesialis_di_kaki_gunun.html)
Ibu Yetti pun mengirim email kepada teman-temannya mengenai adanya kebutuhan sekolah. Itulah awal Sekolah Tetum berkunjung ke Cipeuteuy.
Kami melihat, secara fisik bangunan cukup baik, tetapi tidak ada kamar mandi, yang merupakan persyaratan dasar untuk pembelajaran kebersihan dan toilet training. Para guru juga perlu didorong untuk memanfaatkan sumber daya sekitar untuk berkreasi, agar tidak menunggu fasilitas dari kota. Misalnya, mengolah daun untuk hiasan, kertas-kertas bekas untuk origami, pelepah pisang untuk kuda-kudaan, daun besar untuk perosotan.
Mereka juga perlu dibekali bahwa TK adalah TK: Bermain, bukan belajar. Saat ini, para kader sudah mengajarkan huruf kepada anak-anak itu, dan pendekatan kepada anak pun seperti kepada anak SD. Kurang adanya stimulasi untuk berkreasi. Tapi bisa dimaklumi, tingkat pendidikan mereka membuat mereka berpikir bahwa tujuan pendidikan adalah membuat anak pintar, dan anak pintar adalah anak yang pandai menulis.
Sesungguhnya pemberdayaan tak hanya perlu diberikan kepada para guru, tetapi juga stakeholders setempat. Ya, masyarakat setempat perlu mendapat pembekalan tentang kesehatan dan pendidikan yang kembali ke kearifan desa.
Sangat memprihatinkan bahwa di desa yang miskin itu masyarakatnya bergerak menuju materialisme. Mereka tidak membawakan anaknya bekal makanan sehat, tapi memberi jajanan bakso pada jam makan. Mereka mengeluh soal keuangan tapi mereka memberi contoh perilaku konsumtif pada anak.
Wah … begitu banyak PR dari desa itu. Untunglah ada Dokter Mulawarman dan Ibu Yetti yang sayang pada desa tempat mereka melewatkan akhir pekan itu. Mereka setuju bahwa langkah awal ke depan adalah memberi pengarahan kepada masyarakat pengguna lembaga pendidikan.
Para kader, Ibu Yetti, Kak Ami, dan Kak As di depan sekolah.
Memberi nametag sebelum kegiatan
Main ular-ularan. Melingkar-lingkar panjaaaaang sekali karena ada 60 anak.
Kegiatan makan. Tiba-tiba mangkok bakso dan pangsit masuk kelas.Menggambar dan mewarnai dengan kertas dan krayon (bekas) dari Tetum.
Kakak-kakak Tetum membuat hiasan untuk sekolah bersama para kader.
Para kader belajar membuat lesson plan pada Tetum.
Para ibu dan anak berbondong-bondong datang ke peternakan sapi dr. Mulawarman dan Ibu Yetti.
Karena hujan, kegiatan dialihkan ke kandang ayam kosong. Miss Nur mendongeng tentang sapi. Kegiatan melihat sapi ditunda sampai hujan reda.
Para ibu belajar membuat prakarya.
Sambil menyelam minum air. Usai sekolah, berobat pada Bapak Dokter.
good tetum………………
Terima kasih, Mama Aurora, telah berkunjung. Berminat ikut ke Cipeuteuy kalau kami ke sana lagi?
mau aja………….tapi waktunya diatur ya, maklum kuli nih kalo nggak hari libur nggak bisa
hmm. . .
kagum lah sama desa saya tercinta. . .
meskipun jauh,,, namun tetap membanggakan!!!
tapi… kapan ya cipeutey punya situs yang lebih lengkap???